1.
PENDAHULUAN
Secara
prosentase, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap Produk
Domestik Bruto termasuk relatif kecil daripada dengan sektor lain, yaitu (0,36
% per tahun), tetapi secara angka ternyata cukup mengejutkan (427 milyar rupiah
dalam kurun 1996-1999).
Namun demikian,
khusus konsumsi bahan galian batu gamping ternyata relatif stabil, tidak
terganggu oleh tingkat ekonomi yang semakin terpuruk. Hal ini ditunjukkan oleh
kebutuhan batu gamping untuk bahan baku semen masih tetap menjanjikan. Jumlah
penduduk yang semakin dewasa dan bertambah setiap tahun (2%) merupakan alasan
bahwa kebutuhan rumah sebagai sarana tempat tinggal masih tetap pilihan nomor
satu. Industri lain pemakai batu gamping memegang peran yang tidak dapat
dipisahkan karena konstribusi terhadap total konsumsi cukup nyata, seperti
industri pertanian, kertas dan banyak lagi yang lain. Kondisi iitu, secara
tidak langsung memberikan dampak positif bagi pengusahaan pertambangan batu
gamping.
2. GEOLOGI
DAN PENAMBANGAN
2.1
Mula Jadi
Batu gamping
dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik, atau kimia.
Di alam,
sebagian besar batu gamping terjadi secara organik dan umumnya mempunyai nilai
ekonomis. Jenis ini berasal dari pengendapan rumah kerang dan siput,
foraminifera (ganggang), atau kerangka binatang koral/kerang.
Mula jadi batu
gamping secara mekanik bahannya hampir sama dengan secara organik. Yang
membedakan adalah terjadi perombakan terhadap bahan gamping kemudian terbawa
arus dan diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sementara secara kimia batu
gamping terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air
laut atau air tawar.
Endapan batu
gamping disebut endapan sinter kapur, apabila pengendapan terjadi karena
peredaran air panas alam yang melarutkan lapisan batu gamping di bawah
permukaan, kemudian diendapkan kembali di permukaan bumi.
Magnesium,
lempung dan pasir adalah unsur pengotor yang mengendap saat proses pengendapan.
Keberadaan pengotor memberikan klasifikasi jenis batu gamping. Persentase
unsur pengotor sangat berpengaruh terhadap warna batu gamping mulai dari warna
putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan hitam. Warna
kemerah-merahan disebabkan oleh adanya unsur mangan sementara kehitam-hitaman
disebabkan oleh adanya unsur organik.
Mineral pengotor
lain yang terdapat pada batu gamping tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit
adalah magnesit; kuarsa; feldspar; (kaolin, illit dsb); besi (hematit,
ilmenit); dan mineral sulfida (pirit, markasit). Batu gamping bersifat keras,
padat, dan dapat pula bersifat sarang.
Carr Donald D.
dan Rooney L.F (1985) membuat klasifikasi mineral atas dasar kandungan kalsit
dan dolomit serta material non-karabonat dalam batuan. Jika kandungan kalsit
dalam batuan dominan, maka dapat dikatakan sebagai batu gamping. Apabila
kandungan dolomit (MgCO3) yang paling banyak (>15%) maka batuan
tersebut diklasifikasikan sebagai batuan dolomit (Tabel 1).
Batu gamping
yang mengalami meta-morfosa akan berubah penampakan-nya dan sifatnya. Itu
terjadi karena pengaruh tekanan maupun panas, sehingga batu gamping tersebut
menghablur, seperti yang dijumpai pada marmer. Air tanah juga berpengaruh
terhadap penghabluran ulang pada permukaan batu gamping sehingga membentuk
kalsit.
Di beberapa
daerah endapan batu gamping sering ditemukan gua dan sungai bawah tanah. Hal
itu terjadi akibat reaksi batu gamping dengan resapan air hujan yang
mengandung CO2 maupun dari hasil pembusukan zat-zat organik
dipermukaan, setelah meresap ke dalam tanah kemudian melarutkan batu gamping
yang dilaluinya. Reaksi kimia dari proses tersebut adalah sebagai berikut:
CaCO3
+ 2 CO2 + H2O à Ca (HCO3)2 + CO2
Ca(HCO3)2
larut dalam air sehingga lambat laun di dalam tubuh batu gamping terjadi
rongga. Gejala ini tidak hanya terjadi di dalam, tetapi juga di permukaan yang
langsung berhubungan dengan udara luar yang kadang-kadang membentuk
topografi karst yang indah menarik dan unik, atau juga sering dijumpai
berbagai lubang tegak, miring, atau datar.
Tabel 1
Klasifikasi batu gamping berdasarkan unsur ikutannya.
Batu
gamping Lempungan
|
Batu gamping
|
CaCO3
> 95 %
|
Lempung
< 5 %
|
Batu gamping
napalan
|
CaCO3
; 85 - 95 %
|
Lempung
; 5 - 15 %
|
Batugamping
napal
|
CaCO3
; 75 - 85 %
|
Lempung
; 15 - 25 %
|
Napal
gampingan
|
CaCO3
; 65 - 75 %
|
Lempung
; 25 - 35 %
|
Napal
|
CaCO3
; 35 - 75 %
|
Lempung
; 35 - 65 %
|
Napal lempung
|
CaCO3
; 25 - 35 %
|
Lempung
; 65 - 75 %
|
Lempung napal
|
CaCO3
; 15 - 25 %
|
Lempung
; 75 - 85 %
|
Lempung
napalan
|
CaCO3
; 5 - 15 %
|
Lempung
; 85 - 95 %
|
Lempung
(karlin)
|
CaCO3
; < 5 %
|
Lempung
; > 95 %
|
|
|
|
Pemanfaatan
di industri dan perdagangan
|
Kapur putih
|
CaCO3
> 90 %
|
Lempung
< 10 %
|
Kapur hidrolis
|
CaCO3
; 75 - 90 %
|
Lempung
; 10 - 25 %
|
Kapur semen
|
CaCO3
; 70 - 75 %
|
Lempung
; 25 - 30 %
|
Kapur romawi
|
CaCO3
; 60 - 70 %
|
Lempung
; 30 - 40 %
|
Portland semen
|
CaCO3
; 25 - 60 %
|
Lempung
; 40 - 75 %
|
|
|
|
Berdasarkan
adanya kalsit dan magnesit
|
Batugamping
|
Kalsit
> 95%
|
Magnesit
< 5 %
|
Batugamping
magnesiuman
|
Kalsit
> 90 - 95%
|
Magnesit
5 - 10%
|
Batugamping
dolomitan
|
Kalsit
50 - 90%
|
Magnesit
10 - 50%
|
Dolomit
gampingan
|
Kalsit
10 - 50%
|
Magnesit
50 - 90%
|
Dolomit
|
Kalsit
< 0%
|
Magnesit
> 90%
|
Identifikasi
mineral karbonat yang ada dalam batu gamping tidak mudah karena ka dan
kimianya. 2.2 Mineralogi
2.2.
Mineralogi
Batu gamping
adalah batuan sedimen mengandung CaCO3 (Kalsium karbonat =
kalsit). Aragonit yang berkomposisi kimia serupa CaCO3 tapi
berbeda struktur kristalnya adalah mineral metastable karena pada kurun
waktu tertentu terubah menjadi kalsit. Mineral karbonat lain yang berasosiasi
dengan batu gamping adalah kalsit dan aragonit dalam jumlah kecil adalah
siderit (FeCO3 ) ankerit (Ca,Mg, Fe(CO3)4) dan
magnesit (MgCO3). Identifikasi mineral karbonat yang ada dalam batu
gamping tidak mudah karena kesamaan sifat fisika dan kimianya. Walau demikian
untuk batuan yang relatif monomineralic dan kompak; berat jenis, warna,
bentuk kristal dan sifat fisika lainnya dapat digunakan untuk identifikasi
batuan tersebut.
Tingkat
solubilitas dari mineral yang berbeda dalam asam encer (dilute hydroulic
acid) dapat dipakai sebagai petunjuk dalam penelitian. Tingkat solubilitas
dapat diurutkan sebagai berikut, aragonit, kalsit, dan dolomit. Teknik ini
sangat berguna dalam laboratorium, tetapi di lapangan aplikasinya sangat
terbatas.
2.3 Potensi
dan Cadangan
Potensi batu
gamping Indonesia sangat besar dan keberadaannya tersebar hampir di setiap
Propinsi.
Tabel 2.
Cadangan Batu Gamping Indoneisa menurut Propinsi
Propinsi
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1. D.I Aceh 2.
Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Sumatera Selatan 6. Bengkulu 7.
Lampung 8. Jawa Barat 9. Jawa Tengah & DIY 10. Jawa Timur 11. Kalimantan
Selatan 12. Kalimantan Tengah 13. Nusa Tenggara Barat 14.
Nusa Tenggara Timur 15. Sulawesi Utara 16. Sulawesi Selatan 17. Irian
Jaya
|
100,857
5,709 23.273,300 6,875 48,631 2,730 2,961
672,820 125,000 416,400 1.006,800 543,000 1.917,386
229,784 66,300 19,946 240,000
|
Seluruh
cadangan batu kapur ini terklasifikasi sebagai cadangan tereka (termasuk
hipotesis dan spekulatif), kecuali cadangan di Nusa TenggaraTimur, sejumlah
61,376 juta ton sebagai cadangan (probable) terunjuk.
|
Total
|
28.678,500
|
|
Sumber :
Bahan Galian Industri, Batu Kapur, Harta Haryadi dkk. Hal. 7-75 = 7-91; 1997
Cadangan batu
gamping yang sudah diketahui adalah sekitar 28,7 milyar, dan yang terbesar
berada di Propinsi Sumatera Barat, yaitu 23,23 milyar ton atau sekitar 81,02 %
dari cadangan seluruhnya.
Secara umum
cadangan batu gamping Indonesia mempunyai kadar sbb [8]:
CaO
: 40 - 55 %;
SiO
: 0,23 - 18,12%;
Al2O3
: 0,20 - 4,33%;
Fe2O3
: 0,10
- 1,36%;
MgO
: 0,05
- 4.26%;
CO2
: 35,74-42.78%;
H20
: 0,10 - 0,85%;
P2O5
:
0,072 -0.109%;
K2
: 0,18
L.O.I
: 40,06%.
3.
PERTAMBANGAN
3.1
Eksplorasi
Eksplorasi batu
gamping dilakukan bertahap. Kegiatan ini dilkerjakan dengan meggunakan cara
pemboran dan geolistrik. Besar cadangan dihitung berdasarkan korelasi data
pengeboran dengan data geolistrik dan geologi singkapan.
3.2
Penambangan
Secara umum,
penambangan batu gamping Indonesia dilakukan dengan cara tambang terbuka
(kuari). Tanah penutup (overburden) yang terdiri dari tanah liat, pasir
dan koral dikupas terlebih dahulu. Pengupasan dapat dengan menggunakan bulldozer
atau power scraper. Kemudian dilakukan pemboran dan peledakan sampai di
dapat ukuran bongkah yang sesuai. Untuk bongkah yang terlalu besar perlu di bor
dan diledak-ulang (secondary blasting).
Pengambilan
bongkah batu gamping biasanya dilakukan dengan wheel loader, lalu dimuat
ke alat transportasi (dump truck, belt conveyor, lori dan
lain-lain).
3.3
Pengolahan
Batu gamping
dapat langsung dipakai sebagai bahan baku, misal pada industri semen, fondasi
jalan, rumah dan sebagainya. Untuk hal lain perlu pengolahan terlebih dahulu,
misal dengan pembakaran. Cara ini dimaksudkan untuk memperoleh kapur tohor
(CaO), kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan gas CO2.
Secara umum,
pembuatan kapur tohor meliputi :
·
Kalsinasi pada suhu 900o - 1000oC, sehingga batu gamping
terurai menjadi CaO dan CO2;
·
CO2 ditangkap, dibersihkan dan dimasukkan ke dalam tangki;
·
kalsinasi dapat membentuk kapur tohor (CO) dan padam (CaOH2).
Pembakaran batu
gamping pada suhu sekitar 900oC akan diperoleh CaO melalui reaksi
CaCO3
CaO + CO2
Pada reaksi ini
terjadi penyerapan panas karena untuk mengurai 1 gram molekul CaCO3
(100 gram) perlu panas 42,5 kkal. Pembakaran batu dolomit (MgCO3)
pada suhu 800 oC akan terjadi penguraian, seperti reaksi berikut :
MgCO3
MgO + CO2;
MgO disebut juga
magnesit kostik.
Pembakaran batu
gamping dolomitan pada suhu 800-850 oC, hanya MgCO3 yang
terurai, tetapi CaCO3 belum terurai. Jadi yang dihasilkan adalah
MgO.CaCO3; dolomit kostik yang aktif ialah MgO sementara CaCO3 bekerja
sebagai bahan pengisi. Tetapi apabila pembakaran dilakukan di atas 900 oC,
yang terjadi adalah CaCO3, dan CO3 terurai menjadi CaO
dan MgO.
Pembakaran batu
gamping yang mengandung MgCO3 penurunan daya ikat MgO tak dapat
dihindari, karena saat reaksi penguraian CaCO3 menjadi CaO dan CO2
dibutuhkan suhu lebih tinggi dari 900 o C, terutama yang berukuran
besar, agar suhu di bagian dalam cukup tinggi sehingga tejadi disosiasi. Gas CO2
akibat disosiasi dari hasil pembakaran atau udara dapat dihilangkan dengan alat
pembuat gas atau secara alami (Gambar 2).
4.
PENGGUNAAN DAN SPESIFIKASI
Batu gamping
dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam tujuan, yaitu :
a) Batu Bangunan
Batu bangunan di
sini adalah yang biasa digunakan untuk pondasi rumah, jalan, jembatan maupun
isian bendungan terutama di daerah yang tidak memiliki sumber batu bangunan
seperti andesit, basalt dan semacamnya atau sebagai batu hias. Untuk keperluan
di atas dipilih batu gamping yang berstruktur pejal atau keras serta berhablur
dengan daya tekan 800 - 2500 kg/m3
b) Bahan Bangunan
Sebagai bahan
bangunan. batu gamping serfungsi sebagai campuran dalam adukan pasangan
bata/plester, semen trass atau semen merah.
Syarat yang
harus dipenuhi untuk bahan `+bangunan ini, adalah :
·
(CaO + MgO) min. 5%;
·
(SiO + AL2O3 + Fe2O3) maks. 5%;
·
CO2 maks 3%;
·
70% lolos ayakan 0,85 mm
Capuran kapur
padam dengan tras dan air akan membentuk produk yang disebut semen tras. Adanya
sifat semen dalam pencampuran itu karena oksida-oksida alumina dan silika yang
bersifat asam membentuk senyawa sebagai berikut :
·
Ca(OH2) + SiO2 + (n-1)H2O à CaO, SiO2
nH2O (semen)
·
Ca(OH2) + Al2O3 + 5 H2O à
CaO, Al2O3 6H2O (semen)
c) Bahan Penstabil Jalan
Pemanfaatan batu
gamping untuk fondasi jalan, rawa-rawa, berfungsi mengurangi penyusutan
plastisitas dan pemuaian fondasi jalan raya tersebut. Reaksi yang terjadi
hampir sama dalam pembentukan semen tras, dengan campuran kapur padam sekitar 1
- 6% sesuai keadaan tanah dan konstruksi jalan yang akan dibuat. Batu gamping
yang dipakai diharapkan berkadar belerang rendah.
d) Pertanian (Pengapuran)
Kesuburan tanah
akan lebih baik apabila keasaman tanah (pH) diturun-kan melalui pengapuran.
Setiap jenis tanaman memiliki tingkat keasaman berbeda; untuk kacang-kacangan,
gandum, kentang misalnya, masing-masing pelu tingkat keasaman antara 6 - 7,5;
5,75-7,5; dan 5-6,45.
Batu gamping
untuk pertanian, dapat berupa serbuk yang ditaburkan atau kapur tohor. Untuk
serbuk batu gamping kadar MgCO3 diharapkan maks. 10% dan ukuran
butir < dari 5 mm dengan 95% didalamnya berukuran kurang dari 3 mm.
Pengapuran
memberikan berbagai keuntungan, misal memungkinkan nutrient lain lepas
dari pupuk, tingkat keasaman yang rendah juga mem-perbaiki peningkatan
mikrobiologi alam dari tanah melaluj penghancuran bahan organik (penggemburan
tanah).
Pengapuran pada
tanah liat (clay) dapat memperbaiki struktur fisik, yaitu dapat
rnembantu pertumbuhan akar dan mem-beri kontribusi kalsium terhadap tanaman
tingkat bermagnesium rendah/ hilang akibat panenan atau erosi.
Untuk
melaksanakan proses pengapuran, jumlah batu gamping sangat bervariasi.
Biasanya, diperlukan batu kapur sekitar 400 kg per hektar tanah. Namun, sumber
lain menyebutkan antara 2 - 4 ton untuk setiap hektar, bahkan sampai 5 ton per
hektar. Untuk disinfektan dan pembuatan kompos digunakan kapur padam.
e) Bahan Keramik
Pemakaian batu
gamping dalam industri keramik berfungsi sebagai imbuh untuk menurunkan suhu
lelah sehingga pemuaian panas masa setelah dibakar sesuai dengan pemuaian
glasir; dengan demikian glasir tidak retak atau lepas.
Jenis dan jumlah
pengotor yang terdapat dalam batu gamping merupakan faktor penentu sebagai
bahan baku keramik.
Selain untuk
imbuh, dapat juga digunakan dalam pembuatan glasir, walaupun hanya sebagian
kecil.
f) Industri Kaca
Pemanfaatan batu
gamping dalam industri kaca adalah sebagai bahan tambahan. Jenis batu gamping
yang digunakan adalah jenis batu gamping dolomitan dengan kadar sebagai berikut
:
·
(SiO2 0,96%), (Fe2O3 0,04%), (Al2O3
0,14%);
·
(MgO 0,15%), da (CaO 55,8%);
·
(SiO2 ; 0,14%), (Fe2O3 ; 0,03%), (Al2O3.MgO
; 20,80%) dan (CaO;31,8%).
Dolomit dan batu
gamping dolomitan digunakan dalam pembuatan gelas, botol, dan kaca lembaran.
Bahan ini memberi pengaruh yang sangat baik pada gelas, antara lain mepermudah
campuran gelas mudah melebur, mencegah devitrifikasi; dan memperpanjang jarak
kerja (working range) pada peleburan gelas.
g) Industri Bata Silika
Untuk pembuatan
bata silika, batu gamping yang diperlukan adalah dengan kadar :
·
CaO minimum 90%;
·
MgO maksimum 4,5%;
·
Fe2O3 + Al2O3 maksimum 1,5%;
·
CO2 maksimum 5%.
h) Industri Semen
Dalam industri
semen, penggunaan mineral batugamping adalah sebagai bahan baku utama. Diperkirakan,
untuk 1 ton semen diperlukan 1 ton batugamping. Persyaratan yang harus dipenuhi
dalam pembuatan semen adalah :
·
kadar CaO : 50 - 55%;
·
MgO maksimum 2%;
·
kekentalan (viskositas) luluhan 3200 centipoise (40% H2O);
·
kadar Fe2O3 : 2,47% dan Al2O3 :
0,95%.
Sebagai bahan
baku semen pozolan yang digunakan adalah jenis kapur padam, yaitu sebagai bahan
pengikat hidrolis yang dibuat dengan cara membakar sampai dengan suhu +
1100 oC.
i)
Pembuatan Karbid
Bahan utama
pembuatan karbid adalah kapur tohor (60%), kokas, antrasit, dan petroleumcoke
(carbon black). Kapur tohor yang cocok untuk pembuatan kalsium
karbid mem-punyai spesifikasi :
·
total CaO minimum 92%;
·
MgO maksimum 1,75%;
·
SiO2 maksimum 2%;
·
Fe2O3 + Al2O3 maksimum 1%;
·
S maksimum 0,2%;
·
P maksimum 0,02;
·
hilang pijar pada contoh yang diambil di tungku 4%.
j) Peleburan dan Pemurnian Baja
Dalam peleburan
dan pemurnian besi atau logam lainnya, batu gamping/ dolomit berfungsi sebagai
imbuh pada tanur tinggi. Bijih besi mengandung silika dan alumina sebagai unsur
tambahan; dalam proses peleburan unsur-unsur tersebut bersenyawa dengan bahan pengimbuh
berupa terak cair (seng) yang mengapung di atas lelehan besi, sehingga mudah
dipisahkan. Disamping itu, CaO dalam batu gamping harus berkadar tinggi, sarang
dan keras. Hal itu diperlukan untuk mengikat gas-gas seperti SO2 dan
H2S.
Syarat-syarat
umum yang harus dipenuhi, antara lain :
Untuk batu
gamping
·
CaO minimum 52%;
·
SiO maksimum 4% (1,5 - 4%);
·
Al2O3 + Fe2O3 maksimum 3%;
·
MgO maksimum 3,5%;
·
Fe2O3 maksimum 0,65%;
·
P maksimum 0,1%.
k) Bahan Pemutih dalam Industri Kertas, Pulp dan Karet
Untuk keperluan
ini batu gamping harus mempunyai hablur murni (hampir CaCO3) yang
digerus sangat halus. Biasanya berasal dari batu gamping yang lunak, berwarna
putih yang terdiri dari cangkang kerang dan jasad renik yang terdiri dari kapur
(CaCO3) sebagai hasil sampingan pembuangan dasar magnesium karbonat
dari dolomit.
Batugamping yang
cocok untuk bahan pemutih berkadar CaCO3 98%, kehalusan 325 mesh,
mempunyai daya serap terhadap minyak, warna putih dan pH > 7,8. Bahan
pemutih ini dipakai dalam industri kertas untuk pemutih pulp, pengisi, pelapis
(coating) dan pengkilap.
l) Pembuatan Soda Abu
Untuk pembuatan
soda abu diperlukan batugamping 1 - 1,25 ton melalui proses amonia soda.
Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :
- CaCO3
: 90 - 99%;
- MgCO3
: 0,6%
- FesO3
+ Al2O3 + SiO2 = 0,3%.
m)
Penjernih Air
Dalam
penjernihan air, batu gamping atau kapur digunakan bersama soda abu dalam
proses kapur soda. Kapur
Tabel 3.
Persyaratan batu gamping dan dolomit untuk peleburan dan pemurnian baja.
batugamping
|
Dolomit
|
- CaO minimum
52%; - SiO maksimum 4% (1,5 - 4%); - Al2O3 + Fe2O3
maksimum 3%; - MgO maksimum 3,5%; - Fe2O3 maksimum
0,65%; - P maksimum 0,1%.
|
- SiO maksimum
6% (1,5 - 4%); - Al2O3 + Fe2O3
maksimum 3%; - MgO maksimum 17 - 19%;
|
berfungsi
menghilangkan bikarbonat yang menjadi penyebab kekerasan sementara pada
air. Air kotor yang banyak mengandung bakteri akan menjadi bersih dalam
waktu 24 - 48 jam, apabila dibubuhi kapur yang cukup banyak. Demikian pula air
yang keruh akan menjadi jernih, sedangkan air yang mengandung CO2
dinetralkan.
Hal ini untuk
menghindarkan karat terbawa pada pipa saluran air ke konsumen.
n)
Pengendapan Bijih Logam Non-ferrous
Dalam proses
pengendapan bijih ogam non-ferrous, batu gamping bertindak sebagai settling
agent, dan pengontrol pH.
Batugamping
berfungsi untuk mengendapkan basic nickel carbon-ate dalam proses
flotasi bijih nikel. Batu gamping yang diperlukan untuk proses satu ton bijih
adalah antara 75 - 80 kg.
1) Industri Gula
Pada industri
gula, batu gamping digunakan dalam proses penjernihan nira tebu dan menaikan pH
nira. Batu gamping yang dibutuhkan untuk 1000 kw adalah sekitar 150 kg (dalam
bentuk kapur tohor), dengan persyaratan yang diinginkan adalah sebagai berikut
:
- H2O
: 0,2%
-
HCL : 0,2%
- SiO2
: 0,1%
- AL2O3
: 0,1%
-
CaO : 55,0%
-
MgO : 0,4%
- CO2
: 43,6%
-
SO4 : tidak
nyata
- Na2O
K2O : 0,3%.
5.
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK
5.1
Perkembangan Pemasokan dan Permintaan
Perkembangan
produksi dan konsumsi batu gamping Indonesia dalam kurun 1991-1999 naik dengan
laju pertum-buhan tahunan sebesar 18,56 % dan 14,25 %. Jumlah
produksi tahun 1991 tercatat 34,92 juta ton naik menjadi 68,36 juta ton tahun
1999. Demikian pula dengan konsumsi, dari sebesar 37,06 juta ton (1991) menjadi
78,36 juta ton (1999). Industri semen adalah merupakan pemakai terbesar batu
gamping, sekitar 76,8% dari jumlah konsumsi. Industri lainnya adalah industri
bahan galian non-logam dan industri kapur (Tabel 4 dan 5).
Dari pengamatan,
data ekspor masih nihil berarti Indonesia belum pernah ekspor batu gamping,
walaupun usaha ke arah itu ada. Sementara bahan baku yang diimpor berupa produk
dari batu gamping, yaitu flux dan kapur tohor (quicklime).
Jawa Barat
selain sebagai produsen utama batu gamping juga merupakan konsumen terbanyak,
yaitu sekitar 56,70% dari jumlah konsumsi batu gamping Indonesia per tahun.
Data yang
disajikan di sini merupakan hasil pengolahan kembali data dari Badan Pusat
Statistik melalui penyesuaian antara volume impor dan harga satuan. Data lain
yang diolah kembali adalah quicklime, dengan konversi seperti
batu kapur jenis flux dengan cara membagi nilai impor dengan harga
satuan untuk tahun yang bersesuaian (Tabel 4).
Perkembangan penyediaan
dan per-mintaan batu gamping dalam kurun 1991-1999 ada ketidakseimbangan, yaitu
terjadi kekurangan dari penyediaan yang secara kumulatif berjumlah 48,9 juta
ton.
Beberapa
kemungkinan sehubungan dengan keadaan di atas, yaitu laju pertumbuhan sektor
konstruksi cukup pesat dalam 10 tahun terakhir, meskipun situasi ekonomi belum
pulih. Pasokan yang berasal dari perusahaan tanpa izin (non-formal) perlu
diperhatikan karena jumlahnya per Kabupaten bisa mencapai angka 100 per tahun/
satu jenis galian.
Sementara itu,
perkembangan yang terjadi pada dua tahun terakhir (1998-1999) menunjukkan
keadaan kekurangan penyediaan yang relatif sangat besar (11,8 juta ton dan 10,0
juta ton). Angka tersebut belum mencerminkan keadaan sebenarnya mengingat data
yang dikumpulkan belum mencakup data pemakaian di bidang pertanian, konstruksi,
dan perumahan.
5.2
Prospek Batu Gamping
Prospek
pemasaran di dalam negeri
Perluasan areal
pertanian melalui program transmigrasi, terutama di daerah dengan tingkat
keasaman tanah tinggi, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dapat
memberi pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian batu gamping di Indonesia.
Di sektor
konstruksi/jalan untuk beberapa tahun ke depan selama situasi ekonomi belum
pulih peningkatan prospek pemakaian batu gamping relatif stabil. Namun demikian
tidak menutup kemungkinan dengan pembuatan jalan bebas hambatan yang melalui
rawa dapat meningkatkan pabrik semen dan tentu saja bertambahnya pemakaian batu
gamping untuk semen
Berdasarkan hal
tersebut diperkirakan kebutuhan batu gamping di luar sektor industri akan
semakin besar di masa datang. Disisi lain, potensi batu gamping yang besar dan
tersebar dan kemungkinan pemanfaatan yang terus meningkat di sektor industri
pemakai memberikan harapan yang baik bagi munculnya produsen baru dalam usaha
pertambangan batu gamping.
Orientasi
Ekspor
Perkembangan
penyediaan dan per-mintaan batu gamping di negara kawasan ASEAN memberikan
petunjuk tentang adanya peluang ekspor batugamping Indonesia ke kawasan ini.
Malaysia dan Filipina misalnya, perkembangan produksi di kedua negara lebih
sedikit dengan konsumsinya.
Dari kajian
terhadap kebutuhan batu gamping sektor industri di luar logam, Malaysia untuk
1995 saja membutuhkan batu gamping 22-23 juta ton, tidak termasuk kebutuhan di
sektor konstruksi dan bangunan sebesar 5 juta ton setiap tahun [12].
Informasi itu
diharapkan dapat menjadi peluang yang sangat baik bagi produsen di Indonesia.
Namun demikian seperti halnya bahan galian lainnya, kesempatan itu pada
prakteknya sangat sulit. Ada sesuatu yang tak nyata dalam masalah bahan baku
mineral, baik batu gamping atau bahan galian lain sangat sulit untuk menembus
pasar ekspor. Padahal kalau dilihat dari sisi potensi, hampir semua jenis
mineral dapat diketemukan di Indonesia.
6. PENUTUP
Pertumbuhan
suatu negara dapat dilihat dari besarnya pemakaian batu gamping. Hampir semua
jenis industri memakai bahan galian ini, baik sebagai bahan utama atau sebagai
tambahan.
Pertumbuhan
sektor konstruksi merupakan salah satu tolok ukur maju mundurnya pembangunan
suatu kota. Dalam hal ini industri semen memegang peranan penting. Dan ini
terlihat bahwa pemakai terbesar batu gamping adalah industri semen ini, yang
mencapai hampir 87 % dari total konsumsi. Ini menunjukkan bahwa konsumsi batu
gamping merupakan salah satu mineral yang tidak terganggu oleh keadaan ekonomi
sekarang ini.
Industri lain
yang tidak dapat dipisahkan dan kemungkinan akan mengkonsumsi cukup besar
adalah industri pertanian. Sektor ini dipastikan membutuhkan bahan baku yang
berasal dari batu gamping, baik untuk pemupukan atau dalam rangka penurunan
tingkat keasaman tanah pertanian akibat masa tanam yang tidak sesuai dengan
ketentuan sehingga memerlukan memerlukan biaya tambahan yang cukup tinggi,
sebab kalu tidak, masa produksi akan terus berkurang.
Selain dua jenis
industri di atas, prediksi pemanfaatan di industri kimia mempunyai peluang yang
cukup meyakinkan. Saat ini, industri kimia eruakan primdona karena hampir semua
jenis bahan galian dipakai di industri ini, baik yang dimiliki ataupun harus
diimpor.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Badan Pusat Statistik Indonesia., Statistik Industri 1988 - 2000., Jakarta 1988
- 2000.
2.
Badan Pusat Statistik Indonesia., Statistik Perdagangan Luar Negeri 1988 -
2000., Ekspor dan Impor, Jakarta 1988 - 2000.
3.
Carr D.D and Rooney L.F.F., “Limestone and Dolomit”, Industrial Minerals, March
1990.
4.
Dhadar J.R., “Bahan Galian Indonesia”, Direktorat Jenderal Sumberdaya Mineral.
5.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan., “Mineral Aditive Bagi Industri”,
Jakarta, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta 2000.
6. Departemen Perindustrian dan Perdagangan.,
“Perkembangan Kapasitas Nasional Sektor Industri 1996/2000”, Jakarta,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Edisi, 2001.
7.
Fowler, W.L., et.Al., ” Industrial Chenmical, 3rd Edition, Mc Graw
Hill International Book Company, Newyork, Edition, 1994.
8.
Madiadipoera T. dkk., “Bahan Galian Industri di Indonesia”,. Direktorat
Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Bandung 1999.
9.
Pressher J.W. and Pilham L., “Lime Calcium Coumpound”, Mineral Fact and
Problem, 1985.
10. Petti
John., “ Lime ind Industrial, 1990.
11. Suyartono.,
“Peranan Kapur Untuk Pertanian”, Puslitbang Teknologi Mineral, Bandung 1986.
12. Teoh
L.H., “Industrial Minerals Potensial In Malaysia”, Status Report, 1990.
13. Wolfe.,
J.A., “ Mineral Recources A World Review”,. A. Dowden and Culver Book, Chapman
and Hall, Nwyork 1994.
14. Wu
John C., “The Mineral Industri”., Mineral Yearbook, Edition 1999.
15. http://kampungminers.blogspot.com/2012/09/batu-gamping.html